Senin, 21 Oktober 2024

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI - NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI SEORANG PEMIMPIN

Perkenalkan saya EDWINDA MARTHA FIRDAUSI,S.Pd, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Tahun 2024 Kabupaten Tuban.
Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi informasi tentang pengambilan keputusan berbasis nilai - nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin. Namun sebelumnya saya kutipkan kalimat bijak berikut ini untuk menjadikan renungan bagi kita semua

“Mengajarkan anak untuk menghitung itu dengan baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” Bob Talbert

Pendidikan adalah upaya sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan untuk perannya di masa depan. Pada hakikatnya pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki seseorang dan mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang diinginkan, sehingga menjadikan mereka manusia yang berwawasan luas. Pemberdayaan peserta didik difokuskan pada pembentukan karakter pribadinya agar dapat menjadi pribadi yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Sebagai institusi moral, sekolah berfungsi sebagai miniatur representasi dunia, berkontribusi terhadap pembentukan budaya, nilai, dan moralitas dalam diri setiap siswa. Perilaku warga sekolah dalam menjunjung tinggi penerapan nilai-nilai yang diyakini penting oleh sekolah menjadi contoh bagi siswa.
Seorang pendidik harus mampu memberikan contoh kepada anak didiknya. Hal ini tercermin dalam perilaku mereka sehari-hari, sehingga memungkinkan seorang pendidik menjadi teladan bagi peserta didik dan seluruh warga sekolah, bahkan di lingkungan tempat tinggalnya.
Dalam menjalankan peran kita sebagai pendidik, kita harus mampu memberikan kontribusi kepada peserta didik, dimana setiap proses pengambilan keputusan harus berpihak pada peserta didik dan berlandaskan pada nilai-nilai luhur. Kami menyadari bahwa setiap keputusan yang diambil mencerminkan integritas sekolah, nilai-nilai yang dijunjung tinggi, dan keputusan yang diambil akan menjadi acuan atau contoh bagi seluruh warga sekolah dan sekitarnya. Oleh karena itu, para pendidik senantiasa berupaya untuk menanamkan karakter dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan mempertimbangkan kebutuhan setiap peserta didik. Hal ini selaras dengan pepatah bijak berikut ini: “Dalam menjalankan tugas kita sebagai pendidik, kita harus berpedoman pada prinsip integritas, menjunjung tinggi kebajikan universal, dan memastikan bahwa keputusan kita bermanfaat bagi siswa dan masyarakat luas.”

Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.

~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

memahami kalimat tersebut maka kutipan "pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis" dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengandung makna bahwa pendidikan bukan hanya tentang memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang membentuk karakter dan perilaku etis pada manusia. Dalam konteks pembelajaran, hal ini berarti bahwa sebagai pemimpin pembelajaran, tugas kita tidak hanya mengajarkan materi, tetapi juga membantu murid untuk mengembangkan karakter dan perilaku etis yang baik. Dalam modul ini, kita belajar tentang pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, kita harus mengambil keputusan yang berpihak pada murid, bersumber pada nilai kebajikan universal, bertanggung jawab, dan dapat menjembatani peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan profil belajar masing-masing. Dengan demikian, sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita harus memperhatikan aspek etika dan perilaku etis dalam pengambilan keputusan dan pembelajaran agar dapat membentuk karakter dan perilaku etis pada murid.

  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ?

Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka saling berhubungan dan memberikan wawasan berharga bagi penerapan pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin. Filosofi Ki Hajar Dewantara yang terangkum dalam “Tut Wuri Handayani” menekankan peran pemimpin sebagai pembimbing dan pembimbing. Ketika para pemimpin menerapkan filosofi ini, mereka tidak hanya memprioritaskan kepentingan mereka sendiri tetapi juga pertumbuhan dan perkembangan anggota tim mereka. Di sisi lain, filosofi Pratap Triloka menggali tiga alam keberadaan, mendorong para pemimpin untuk mempertimbangkan aspek fisik, psikologis, dan metafisik dalam keputusan mereka. Dengan mengintegrasikan filosofi ini ke dalam proses pengambilan keputusan, para pemimpin memperoleh perspektif yang lebih holistik. Mereka membuat keputusan yang seimbang dengan mempertimbangkan kesejahteraan tim, visi jangka panjang, dan pertimbangan etis, yang pada akhirnya mendorong dampak positif pada individu dan komunitas sambil menjaga keselarasan dan keseimbangan dalam pendekatan kepemimpinan mereka.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, mempengaruhi prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita sangat mempengaruhi prinsip-prinsip yang kita junjung saat mengambil keputusan. Keyakinan, moral, dan standar etika yang kita pegang teguh berfungsi sebagai kompas yang memandu pilihan kita. Saat dihadapkan pada keputusan, nilai-nilai internal ini membentuk prioritas, preferensi, dan kriteria yang kita gunakan untuk mengevaluasi pilihan. Misalnya, jika kejujuran adalah nilai inti, kita cenderung memprioritaskan transparansi dan kebenaran dalam keputusan kita. Demikian pula, jika empati adalah nilai utama, kita mungkin akan memilih pilihan yang mempertimbangkan kesejahteraan dan perasaan orang lain. Intinya, nilai-nilai kita bertindak sebagai filter yang melaluinya kita menilai implikasi etika, sosial, dan pribadi dari keputusan kita. Prinsip-prinsip tersebut berfungsi sebagai landasan di mana kita membangun prinsip-prinsip kita, memastikan bahwa pilihan-pilihan kita sejalan dengan keyakinan inti yang mendefinisikan siapa kita sebagai individu.

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ' coaching ' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil ? Apakah pengambilan keputusan tersebut sudah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut ? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ' coaching ' yang telah dibahas pada sebelumnya.

Pokok bahasan pengambilan keputusan sangat erat kaitannya dengan pembinaan atau bimbingan yang diberikan oleh mentor atau fasilitator dalam perjalanan pembelajaran kita, khususnya pada saat mengevaluasi keputusan yang telah kita ambil. Proses pembinaan memainkan peran penting dalam membantu kita menilai efektivitas pengambilan keputusan. Pelatih dapat memberikan wawasan berharga, mengajukan pertanyaan menyelidik, dan memberikan umpan balik konstruktif, yang mendorong kita untuk mengevaluasi secara kritis keputusan yang telah kita ambil. Hal ini membantu kita merenungkan apakah keputusan kita selaras dengan tujuan, nilai, dan aspirasi jangka panjang kita. Selain itu, sesi pelatihan berfungsi sebagai platform untuk mengatasi keraguan atau pertanyaan yang mungkin kita miliki mengenai keputusan kita. Dengan terlibat dalam proses reflektif ini, kita dapat menyempurnakan keterampilan pengambilan keputusan dan membuat pilihan yang lebih tepat di masa depan. Oleh karena itu, pembinaan bertindak sebagai alat yang mendukung dan mendidik yang melengkapi perjalanan pengembangan diri kita dan memastikan bahwa keputusan kita dipertimbangkan dengan baik dan selaras dengan pertumbuhan pribadi dan profesional kita.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan seorang guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial-emosionalnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara signifikan, terutama ketika menghadapi dilema etika. Pendidik yang memiliki kecerdasan sosial dan emosional yang kuat lebih siap untuk menghadapi permasalahan moral yang kompleks dalam konteks pendidikan. Keterampilan ini memungkinkan mereka untuk berempati dengan sudut pandang dan emosi siswa, sehingga menciptakan lingkungan kelas yang suportif dan inklusif. Ketika dilema etika muncul, guru dengan kesadaran sosial-emosional yang tinggi cenderung mempertimbangkan dampak emosional dari keputusan mereka terhadap siswa, sehingga dapat menghasilkan resolusi yang lebih bijaksana dan penuh kasih sayang. Selain itu, guru seperti ini lebih baik dalam membangun hubungan positif dengan siswanya, yang dapat membuka saluran komunikasi untuk berdiskusi dan mengatasi permasalahan etika yang muncul. Intinya, kompetensi sosial dan emosional seorang guru memainkan peran penting dalam mendorong pengambilan keputusan etis dalam pendidikan, membina lingkungan belajar yang lebih harmonis dan membina bagi semua.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang berpusat pada permasalahan moral atau etika dalam pendidikan selalu bermuara kembali pada nilai-nilai inti yang dianut oleh seorang pendidik. Dalam pertimbangan seperti itu, pendidik didorong untuk melakukan introspeksi, merefleksikan nilai-nilai pribadi mereka dan prinsip-prinsip yang memandu tindakan mereka di kelas. Nilai-nilai yang dipegang teguh ini berfungsi sebagai pedoman moral ketika menghadapi situasi yang rumit secara etika. Keputusan etis seorang guru sering kali dibentuk oleh dedikasinya dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, adil, dan kondusif bagi pertumbuhan. Selain itu, sikap etis pendidik dipengaruhi oleh kode etik masyarakat dan profesional yang lebih luas, yang menggarisbawahi pentingnya keadilan, kejujuran, dan rasa hormat dalam lingkungan pendidikan. Diskusi ini berfungsi untuk meningkatkan kesadaran diri dan memperdalam pemahaman tentang tanggung jawab etis dan kewajiban intrinsik profesi guru. Pada akhirnya, pengujian dilema moral atau etika dalam pendidikan membantu para pendidik menegaskan kembali komitmen mereka terhadap nilai-nilai ini, memastikan bahwa praktik pengajaran mereka tetap selaras dengan prinsip-prinsip yang mereka junjung tinggi.

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Ketika individu, baik dalam peran kepemimpinan atau sebagai bagian dari kelompok, secara konsisten membuat pilihan yang dipertimbangkan dengan baik, efek riaknya adalah suasana yang harmonis dan membina. Keputusan-keputusan tersebut memprioritaskan kesejahteraan dan kebutuhan seluruh pemangku kepentingan, serta memupuk kepercayaan dan kerja sama. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya, ketika pendidik, administrator, dan pembuat kebijakan membuat keputusan yang bijaksana, hal ini akan menghasilkan ruang kelas dan sekolah di mana siswa merasa aman, dihormati, dan termotivasi untuk belajar. Dalam konteks yang lebih luas, prinsip ini meluas ke berbagai organisasi dan bahkan komunitas, di mana pengambilan keputusan yang tepat akan mendorong budaya inklusivitas, keadilan, dan pertumbuhan kolektif. Pada dasarnya, kemampuan untuk membuat keputusan yang terinformasi dan etis memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan dan pemeliharaan lingkungan yang tidak hanya positif tetapi juga mendukung dan memperkaya semua orang yang terlibat.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan di lingkungan saya ketika mengambil keputusan terkait dilema etika sering kali berkisar pada paradigma yang berkembang dalam konteks tersebut. Lanskap norma, nilai, dan harapan masyarakat yang selalu berubah menimbulkan kompleksitas dalam pengambilan keputusan etis. Seiring dengan pergeseran paradigma dan perspektif budaya yang berkembang, apa yang dulu dianggap masuk akal secara etis mungkin tidak lagi berlaku saat ini. Sifat etika yang dinamis ini memerlukan proses refleksi dan adaptasi yang konstan. Selain itu, kemajuan teknologi dan globalisasi telah membawa pertimbangan etis baru, khususnya di bidang seperti privasi data, kecerdasan buatan, dan kelestarian lingkungan. Mengikuti perubahan-perubahan ini dan memastikan bahwa keputusan-keputusan selaras dengan standar-standar etika kontemporer dapat menjadi sebuah tantangan yang signifikan. Selain itu, perspektif yang berbeda-beda di lingkungan saya juga dapat menimbulkan dilema etika, karena setiap individu mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda-beda mengenai apa yang benar secara moral. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan komitmen terhadap pendidikan etika yang berkelanjutan, dialog terbuka, dan kemauan untuk menyesuaikan kerangka pengambilan keputusan untuk mengatasi perubahan paradigma dan nuansa etika di zaman kita.

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Keputusan yang kita ambil dalam mengajar mempunyai pengaruh besar dalam memberdayakan siswa kita. Mereka berperan penting dalam membentuk lingkungan belajar yang tidak hanya menyebarkan pengetahuan tetapi juga menumbuhkan kemandirian dan pemberdayaan di kalangan siswa. Untuk menentukan pendekatan yang tepat bagi beragam potensi siswa, penting untuk menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa. Hal ini melibatkan pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan unik, gaya belajar, dan kebutuhan setiap siswa. Dengan menyesuaikan metode pengajaran kami untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan ini, kami dapat memberikan peluang bagi semua siswa untuk berkembang. Pengambilan keputusan yang efektif dalam pengajaran juga melibatkan peningkatan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan di kalangan siswa kami. Kami bertujuan untuk membimbing mereka dalam membuat pilihan yang tepat dan mengambil kepemilikan atas perjalanan belajar mereka sendiri. Pada akhirnya, keputusan yang kita ambil sebagai pendidik harus mendorong otonomi, rasa percaya diri, dan rasa memiliki hak pilihan di kalangan siswa, mempersiapkan mereka tidak hanya untuk mencapai kesuksesan akademis namun juga untuk masa depan di mana mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Kemampuan seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat berdampak besar pada kehidupan dan masa depan siswanya. Keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin pendidikan, baik yang berkaitan dengan desain kurikulum, metodologi pengajaran, atau lingkungan sekolah secara keseluruhan, mempunyai konsekuensi yang luas. Pilihan-pilihan ini dapat menentukan kualitas pendidikan yang diterima siswa, berdampak pada pertumbuhan akademis, pengembangan keterampilan, dan keingintahuan intelektual mereka. Selain itu, keputusan kepemimpinan yang efektif dapat menciptakan budaya sekolah yang suportif dan inklusif, menumbuhkan rasa memiliki dan kesejahteraan emosional di kalangan siswa. Selain akademisi, pemimpin pendidikan mempunyai kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai, etika, dan pola pikir berkembang pada siswanya, sehingga memengaruhi pengembangan karakter dan pedoman moral mereka. Selain itu, keputusan terkait alokasi sumber daya, pengembangan staf, dan keterlibatan masyarakat dapat meningkatkan pengalaman pendidikan secara keseluruhan, memastikan bahwa siswa siap menghadapi tantangan dan peluang yang ada di depan dalam hidup mereka. Intinya, keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran dapat meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada lintasan dan potensi setiap siswa, sehingga membentuk masa depan pribadi dan profesional mereka

  • Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan akhir yang diambil dari pembelajaran modul ini dan hubungannya dengan modul-modul sebelumnya menggarisbawahi pentingnya pendekatan pendidikan yang holistik dan adaptif. Melalui berbagai diskusi dan topik yang dibahas dalam modul ini, menjadi jelas bahwa pengajaran dan kepemimpinan yang efektif lebih dari sekadar transmisi pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman tentang interaksi yang kompleks antara etika, pengambilan keputusan, dan beragam kebutuhan siswa. Modul ini menekankan pentingnya kesadaran sosial dan emosional pendidik, pertimbangan etis, dan kemampuan untuk membuat keputusan yang bermanfaat bagi siswa dan lingkungan belajar. Selain itu, hal ini menyoroti keterkaitan modul-modul pendidikan, yang menunjukkan bahwa setiap aspek pengajaran dan kepemimpinan saling melengkapi. Dengan menggabungkan wawasan dari modul sebelumnya mengenai pedagogi, keterlibatan siswa, dan kepemimpinan, pendidik dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang inklusif dan memberdayakan yang memaksimalkan potensi setiap siswa. Intinya, sintesis modul-modul ini menggarisbawahi sifat pendidikan efektif yang memiliki banyak aspek dan perlunya pendidik untuk terus beradaptasi dan mengintegrasikan pengetahuan mereka untuk memberikan pelayanan terbaik kepada siswanya.

  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Pemahaman saya tentang konsep-konsep yang tercakup dalam modul ini, termasuk dilema etika dan godaan moral, empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan keputusan, dan sembilan langkah pengambilan keputusan dan pengujian, telah semakin mendalam. Modul ini telah menjelaskan seluk-beluk pengambilan keputusan etis, menyoroti kompleksitas moral yang mungkin dihadapi pendidik dalam peran mereka. Keempat paradigma pengambilan keputusan telah memberikan perspektif berharga tentang bagaimana pendekatan yang berbeda dapat diterapkan untuk mengatasi dilema etika. Ketiga prinsip pengambilan keputusan tersebut telah memperkuat pentingnya etika, legalitas, dan profesionalisme dalam memandu pengambilan keputusan. Selain itu, sembilan langkah pengambilan keputusan dan pengujian telah menawarkan kerangka sistematis untuk membuat pilihan yang tepat. Salah satu wawasan yang tidak terduga adalah realisasi betapa konsep-konsep ini saling terkait dengan tanggung jawab pendidik sehari-hari. Dilema etika dan proses pengambilan keputusan yang dibahas dalam modul ini tidak bersifat abstrak namun dapat diterapkan secara langsung pada tantangan yang dihadapi pendidik di lingkungan kelas dan sekolah. Modul ini telah menggarisbawahi peran penting pengambilan keputusan etis dalam pendidikan dan dampak signifikannya terhadap siswa, kolega, dan lingkungan belajar secara keseluruhan. Secara keseluruhan, kedalaman dan kepraktisan konsep-konsep ini telah melebihi harapan saya dan menekankan relevansinya dalam bidang pendidikan.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini, saya memang pernah menghadapi situasi sebagai seorang pemimpin di mana dilema moral menuntut pengambilan keputusan. Apa yang saya pelajari dari modul ini telah memberikan kerangka terstruktur dan komprehensif untuk menghadapi situasi seperti itu. Sebelumnya, keputusan saya sering kali dipengaruhi oleh etika pribadi dan naluri, namun modul ini telah memperkenalkan saya pada berbagai paradigma, prinsip, dan langkah yang dapat diterapkan untuk membuat keputusan yang lebih tepat dan menyeluruh. Hal ini telah memperluas pemahaman saya tentang dilema etika dan pentingnya mempertimbangkan berbagai perspektif, aspek hukum, dan standar profesional ketika mengambil keputusan. Selain itu, modul ini telah meningkatkan kesadaran saya akan potensi bias dan kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga mendorong pendekatan yang lebih kritis dan reflektif. Secara keseluruhan, modul ini telah membekali saya dengan perangkat pengambilan keputusan yang lebih sistematis dan etis yang dapat saya terapkan dalam skenario kepemimpinan dunia nyata untuk menavigasi dilema moral dengan lebih efektif.

  • Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Mempelajari konsep ini berdampak besar pada pendekatan saya dalam pengambilan keputusan, baik secara pribadi maupun profesional. Sebelum terlibat dengan modul ini, proses pengambilan keputusan saya sering kali sangat bergantung pada intuisi dan nilai-nilai pribadi. Namun, setelah menyelesaikan modul ini, saya telah mengadopsi pendekatan pengambilan keputusan yang lebih terstruktur dan teliti. Saya sekarang mempunyai apresiasi yang lebih dalam terhadap kompleksitas dilema etika dan kebutuhan untuk mempertimbangkan berbagai faktor yang lebih luas, termasuk paradigma etika, implikasi hukum, dan prinsip-prinsip profesional. Saya lebih cenderung terlibat dalam refleksi kritis dan mencari perspektif yang beragam sebelum mengambil keputusan. Selain itu, saya menjadi lebih sadar akan potensi bias dan jebakan kognitif yang dapat mengaburkan penilaian, dan saya sengaja melakukan upaya untuk memitigasi pengaruh ini dalam proses pengambilan keputusan. Secara keseluruhan, modul ini tidak hanya memperkaya pemahaman saya tentang dilema etika namun juga membekali saya dengan kerangka kerja yang lebih kuat dan masuk akal secara etis dalam mengambil keputusan yang selaras dengan nilai-nilai dan tanggung jawab saya sebagai seorang pemimpin.

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Mempelajari topik-topik yang dibahas dalam modul ini sangatlah penting bagi saya baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin. Sebagai seorang individu, hal ini telah meningkatkan kesadaran etis saya dan memperkaya keterampilan pengambilan keputusan saya dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang saya menghadapi dilema pribadi dengan perspektif yang lebih terstruktur dan penuh pertimbangan, memastikan bahwa tindakan saya sejalan dengan nilai-nilai saya. Sebagai seorang pemimpin, pengetahuan ini sangat berharga. Dilema etis dan pengambilan keputusan merupakan hal yang hakiki dalam peran kepemimpinan, dan memahami konsep-konsep ini secara mendalam berdampak langsung pada efektivitas saya. Hal ini memungkinkan saya untuk menavigasi situasi kompleks dengan keyakinan dan integritas yang lebih besar. Selain itu, hal ini memberdayakan saya untuk menciptakan lingkungan yang etis dan inklusif bagi mereka yang saya pimpin, menumbuhkan kepercayaan dan mendorong perilaku etis dalam tim atau organisasi saya. Intinya, modul ini tidak hanya meningkatkan kompas etika pribadi saya namun juga memperkuat kemampuan kepemimpinan saya, memungkinkan saya membuat keputusan yang lebih tepat dan bermoral baik dalam bidang profesional maupun pribadi.

Demikian koneksi antar materi yang saya tuliskan, saya menyadari masih sangat perlu untuk belajar lebih banyak, untuk itu mohon masukannya agar menjadikan motivasi bagi saya untuk selalu tergerak belajar dan melakukan aktivitas yang bermanfaat untuk orang lain. Guru tergerak, bergerak dan menggerakan.

Rabu, 16 Oktober 2024

 

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

Penulis : Edwinda Martha Firdausi,S.Pd (CGP Angkatan 11 Kabupaten Tuban)


Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.

  1. Fact (Peristiwa)

Saya memiliki pengalaman yang sangat positif dalam mengikuti pembelajaran di modul 3.1 ini. Saya mengikuti tahapan pembelajaran yang diatur dengan urutan MERDEKA seperti pada modul-modul sebelumnya. Kata MERDEKA sendiri adalah singkatan dari langkah-langkah belajar yang harus dilalui, yaitu Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata.

Pada tahap “Mulai dari diri”, saya melakukan kegiatan untuk membangkitkan pengetahuan awal saya dan mengamati keterampilan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan yang harus mempertimbangkan berbagai pihak yang terlibat, seperti murid, orang tua/wali murid, guru, pengawas, dan pihak komunitas sekolah.

Tahap eksplorasi konsep adalah saat saya melakukan eksplorasi mandiri untuk memahami konsep pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin di sekolah, yang bertujuan untuk menjadikan institusi sekolah sebagai institusi moral. Saya juga menjelaskan pentingnya pemimpin dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada tiga unsur, yaitu berpihak pada murid, bertanggung jawab, serta didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal. Selain itu, saya juga menganalisis nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam sebuah pengambilan keputusan yang menghadapi dilema etika.

Pada tahap ruang kolaborasi, saya berpartisipasi dalam kolaborasi di ruang virtual dengan rekan-rekan CGP lainnya, dengan tujuan untuk saling berbagi, berkolaborasi, dan menerapkan keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Setelah melakukan tahap demonstrasi kontekstual, saya melakukan analisis tentang bagaimana proses pengambilan keputusan diterapkan berdasarkan pengetahuan yang saya pelajari tentang paradigma, prinsip, pengambilan dan pengujian keputusan di sekolah asal saya dan di sekolah/lingkungan lain. 

  1. Perasaan (Feeling)

Saya merasa bersyukur selama proses belajar karena saya mempelajari ilmu pengetahuan baru yang sangat penting bagi seorang pemimpin pembelajaran. Sebagai seorang guru penggerak, saya harus memimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, melatih guru lain, mempromosikan kolaborasi antara guru, dan memajukan kepemimpinan siswa. Untuk melakukan tugas tersebut dengan baik, saya harus memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang didasarkan pada nilai-nilai kebajikan. Seperti yang saya pelajari, seorang guru penggerak harus memiliki nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan mendukung murid. Ketika mengambil keputusan, seorang pemimpin harus mempertimbangkan tiga unsur penting, yaitu mendukung murid, bertanggung jawab, dan didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal. Selama mempelajari konsep materi dari awal hingga modul ini, saya menemukan banyak keterkaitan yang membantu saya memahami konsep tersebut dengan lebih baik dan membentuk pemahaman baru bagi saya.

  1. Pembelajaran (Findings)

Saya belajar dari modul 3.1 bahwa sebagai seorang pemimpin, pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan adalah suatu keterampilan yang sangat penting. Dalam pengambilan keputusan, terkadang terdapat banyak kepentingan yang saling bersinggungan dan dapat menyebabkan beberapa pihak merasa dirugikan atau tidak puas dengan keputusan yang diambil. Namun, semakin sering kita melakukan pengambilan keputusan, semakin terlatih dan fokus dalam mengambil keputusan yang tepat. Meskipun sulit untuk memilih antara beberapa pilihan yang benar, sebagai pemimpin, kita harus mempertimbangkan tiga unsur penting dalam pengambilan keputusan, yaitu mendukung murid, didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan yang diambil.

Ketika kita berada dalam situasi dilema etika, terdapat nilai-nilai kebajikan mendasar yang saling bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab, dan penghargaan akan hidup. Dalam paradigma situasi dilema etika, terdapat kategori seperti individu vs kelompok, keadilan vs kasih sayang, kebenaran vs kesetiaan, serta jangka pendek vs jangka panjang. Terdapat tiga prinsip pengambilan keputusan yang dapat digunakan dalam menghadapi dilema etika, yaitu berpikir berdasarkan hasil akhir, berpikir berdasarkan peraturan, dan berpikir berdasarkan rasa peduli.

Dalam menghadapi situasi dilema etika atau bujukan moral yang membingungkan, terdapat 9 langkah yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil. Pertama, mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi tersebut. Kedua, menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut. Ketiga, mengumpulkan fakta-fakta relevan yang berkaitan dengan situasi tersebut. Keempat, melakukan pengujian benar atau salah dengan menguji legalitas, regulasi/standar profesional, intuisi, publikasi, dan panutan/idola. Kelima, melakukan pengujian paradigma benar lawan benar. Keenam, melakukan prinsip resolusi. Ketujuh, melakukan investigasi opsi trilemma. Kedelapan, membuat keputusan. Dan terakhir, kesembilan, melihat kembali keputusan dan merenungkannya kembali. Perlu diperhatikan bahwa sembilan langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan sebuah metode yang kaku dan harus diadaptasi dengan situasi yang sedang dihadapi.

  1. Penerapan (Future)

Saya akan mengaplikasikan konsep pengambilan keputusan yang telah dipelajari, termasuk empat paradigma, tiga prinsip, dan sembilan langkah, untuk meningkatkan keterampilan saya dalam membuat keputusan. Selain itu, saya akan berbagi pengetahuan tentang materi baru yang telah dipelajari melalui berbagai media, baik secara langsung maupun melalui platform digital agar dapat diakses dengan mudah oleh rekan-rekan guru lainnya.

ini adalah hasil refleksi dari pengalaman dan pemahaman saya selama dua minggu belajar di modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin. Saya berharap tulisan ini dapat memberikan pencerahan dan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi saya sendiri.



Minggu, 06 Oktober 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.3

 


Melalui tahapan mulai dari diri hingga demonstrasi kontekstual di modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik. Saya mendapatkan pemahaman dan pengalaman melalui belajar mandiri, diskusi dan praktik terkait paradigma berpikir coaching yaitu berfokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.  Kemudian juga memahami prinsip berpikir coaching, yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. Selain hal tersebut terdapat kompetensi inti coaching yang harus dimiliki atau dikuasai oleh CGP yaitu, kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Kemudian yang tidak kalah penting ada mendengarkan dengan RASA, yaitu Receive: menerima dan mendengarkan kata kunci, Appreciate: memberi apresiasi/sinyal mendengarkan, Summarize: rangkum kata kunci, dan Ask: mengajukan pertanyaan.

Percakapan berbasis coaching menggunakan alur TIRTA yaitu, Tujuan, Identifikasi, Rencana, dan Tanggung jawab. Kemudian dalam pelaksanaan supervisi akademik terdapat 3 tahapan, yaitu pra observasi, observasi, dan pasca observasi. Harapan dari pelaksanaan coaching untuk supervisi akademik ini akan meningkatkan kualitas pembelajaran, pengembangan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh guru/coachee dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berpusat pada murid. 

Setelah mempelajari madul 2.3, saya mengingat kembali kegiatan supervisi/observasi bersama kepala sekolah. Akhirnya saya mengerti bahwa langkah-langkah yang kepala sekolah lakukan mulai dari kegiatan pra observasi sampai pasca observasi menggunakan paradigma dan prinsip coaching. Berdasarkan pengalaman tersebut saya menjadi paham dan merasa optimis dalam menerapkan coaching saat melaksanakan supervisi akademik dengan rekan sejawat maupun pendampingan dengan murid.


Praktik Coaching 

Hal yang sudah berjalan dengan baik selama proses belajar adalah sesama rekan CGP saling memberi semangat dan giat berlatih praktik coaching, baik dalam ruang kolaborasi maupun diskusi di luar jadwal untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam penerapan TIRTA, Prinsip Coaching, dan mendengarkan dengan RASA. Kemudian dalam tugas demonstrasi kontekstual secara bergantian melaksanakan praktik coaching secara triad atau berganti peran sebagai supervisor, coach maupun coachee yang membuat kami merasakan pengalaman di berbagai posisi tersebut. Kemudian masukan dan saran perbaikan dari fasilitator dan pengajar praktik yang membangun, membuat saya semakin percaya diri dalam melakukan praktik coaching.

Hal yang perlu saya perbaiki terkait dengan keterlibatan dalam proses belajar, yaitu saat saya berperan sebagai coach, terkadang secara tidak sadar dapat memberi asumsi pribadi, mengaitkan dengan pengalaman pribadi, atau mengarahkan coachee dalam menemukan solusinya padahal tindakan tersebut harus dihindari atau tidak dilakukan. Kemudian saya harus mampu membuat pertanyaan terbuka yang berbobot agar mampu mengarahkan coachee untuk menggali solusi dan mencapai tujuan coaching melalui proses mendengarkan dengan RASA. Kemudian juga terkait hadir sepenuhnya dan membangun kedekatan agar coachee mau terbuka dalam bercerita.

Adapun keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi setelah mempelajari modul 2.3, saya mampu meningkatkan kompetensi coaching dengan menggunakan alur TIRTA. Bagi saya pribadi yang merupakan seorang introvert, tentu berbicara atau berdiskusi dengan orang lain merupakan hal yang diluar kebiasaan saya sehari-hari. Namun disini saya terus dilatih untuk dapat berkolaborasi, berdiskusi, memberi pendapat, dan berefleksi sehingga hal tersebut membuat saya lebih semangat untuk terus mengembangkan potensi, kompetensi sosial dan emosional yang saya miliki. Proses ini akan saya ikuti dengan sebaik-baiknya agar tujuan dalam mengikuti program guru penggerak ini dapat tercapai.

Mengapa guru harus memiliki kemampuan coaching?

Sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara bahwa tugas seorang guru adalah menuntun murid sesuai dengan kodratnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Kata “Menuntun” disini sesuai dengan sistem among, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Senada dengan sistem among, dalam prinsip coaching guru memberikan tuntunan ke murid agar mereka tidak kehilangan arah dan menuntun mereka untuk menemukan potensi dirinya. Sebagai guru agar mampu mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, maka guru harus memiliki kompetensi coaching.

Proses coaching dengan alur TIRTA dapat dijadikan pedoman dan arahan oleh coach dalam memfasilitasi coachee untuk menyampaikan tujuan yang ingin didapatkan dari coaching serta mengidentifikasi permasalahan sampai menemukan rencana untuk solusi dari permasalahan tersebut. Melalui alur TIRTA coachee terlatih untuk berpikir terarah dan sistematis mulai dari apa yang ingin dicapai hingga apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Tantangan dalam penerapan praktik coaching sesuai dengan konteks asal sekolah saya yaitu, ketika rekan sejawat/murid masih enggan bercerita terkait kendala atau hal yang dialaminya dengan jujur dan apa adanya dikarenakan belum terjalin kedekatan sebagai mitra dalam proses coaching tersebut. Sehingga coachee menjadi kesulitan dalam menemukan atau menentukan tujuan yang ingin dicapai. Keterampilan komunikasi yang efektif sebagai coach masih perlu ditingkatkan agar coachee mudah memahami maksud pertanyaan dan mudah memberikan tanggapan sehingga diskusi lebih berjalan baik.

Adapun alternatif solusi terhadap tantangan tersebut, yaitu sebelum melakukan coachingcoach tentu harus membuat suasana diskusi atau obrolan berlangsung hangat dan cair. Kemudian menjelaskan bahwa dalam proses coachingcoach dan coachee kedudukannya setara, tidak bermaksud menggurui ataupun menjadi seorang mentor. Kemudian coachee harus diberikan pemahaman dan menyusun terlebih dahulu tujuan coaching dilaksanakan serta coachee benar-benar ingin menemukan langkah-langkah perbaikan dari permasalahan yang dihadapi. Guru secara mandiri meningkatkan kemampuan komunikasi efektif bagaimana memberikan umpan balik dan pertanyaan terbuka yang berbobot sehingga mampu memfasilitasi coachee untuk menggali solusi.

Kemudian kegiatan supervisi akademik di masa lalu bagi saya pribadi merupakan kegiatan yang menegangkan dan kurang berdampak bagi peningkatan kompetensi yang saya miliki, karena setelah proses supervisi tidak terjadi dialog dua arah atau kesannya seperti dihakimi atau disidang ketika mendengarkan umpan balik dari kepala sekolah. Berbeda dengan kegiatan supervisi akademik atau observasi pembelajaran saat ini, khususnya setelah diterapkannya penilaian kinerja melalui aplikasi PMM, kepala sekolah mulai menerapkan prinsip coaching untuk supervisi akademik. Meskipun masih belum menerapkan alur TIRTA dengan sepenuhnya saat proses pra observasi dan pasca observasi, dimana guru/coachee di tahap pra observasi digali lebih dalam terkait apa tujuan yang ingin dicapainya dalam belajar dan upaya/strategi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga coachee atau supervisee benar-benar dalam kondisi siap dalam melaksanakan supervisi akademik. Kemudian di tahap pasca observasi guru/coachee diminta merefleksikan atau memberi penilaian sendiri dari proses observasi dan kemudian diberikan penguatan-penguatan berdasarkan apa yang menjadi fokus pengamatan supervisor. Saya juga pernah diberikan amanah untuk membantu kepala sekolah untuk melakukan observasi pembelajaran kepada beberapa rekan sejawat, namun karena keterbatasan pemahaman saya terkait coaching, yang saya lakukan adalah cenderung memberi solusi dari catatan proses pembelajaran kurang efektif, yang ternyata hal tersebut tidak tepat dilakukan oleh seorang supervisor/coach.

Setelah mempelajari modul 2.3 coaching untuk supervisi akademik, saya akan terus belajar dan meningkatkan kompetensi coaching agar mampu melaksanakan supervisi akademik di sekolah sesuai dengan paradigma berpikir coaching dan mampu memberdayakan potensi yang ada pada diri guru/coachee.

Pada modul 2.1 saya belajar tentang pembelajaran berdiferensiasi yaitu pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Kebutuhan belajar murid paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu minat belajar, kesiapan belajar, dan profil belajar murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru mendesain pembelajaran berdasarkan kebutuhan belajar murid agar potensi murid mampu dikembangkan secara optimal. Hal ini sesuai atau erat kaitannya dengan praktik coaching. Sebagai seorang coach harus mampu mengoptimalkan potensi coachee untuk menemukan rencana solusi dari permasalahan menggunakan alur TIRTA dan kompetensi coaching yang sudah dimiliki oleh coach.

Kemudian di modul 2.2 saya belajar tentang pembelajaran sosial dan emosional, yaitu pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah agar memiliki kompetensi sosial emosional yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Dalam pembelajaran sosial dan emosional terdapat teknik STOP dan mindfulness yang dilakukan untuk membuat suasana lebih tenang dan kondusif. Sebagai seorang coach harus paham betul atau lebih peka terhadap kondisi dan situasi sebelum atau ketika proses coaching berlangsung agar berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan. Kemudian melalui kompetensi sosial emosional (KSE) yang baik, coach dapat terhindar dari memberi asumsi, memberi label/judge atau memotong pembicaraan coacheenya. Begitu juga bagi coachee yang memiliki KSE yang matang dapat mengambil keputusan yang berdampak dengan benar dan komitmen dalam menindaklanjutinya.

Adapun sumber belajar atau informasi lain di luar modul PGP untuk menguatkan praktik coaching maupun supervisi akademik, dapat dilakukan dengan berdiskusi dan sharing pengalaman dengan kepala sekolah saat pelaksanaan supervisi. Kemudian juga berdiskusi dengan rekan CGP, Fasilitator dan Pengajar Praktik serta menonton praktik baik dari rekan-rekan CGP angkatan sebelumnya terkait proses/pelaksanaan coaching untuk supervisi akademik. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut saya menjadi lebih siap dan percaya diri serta memaksimalkan kemampuan diri untuk mempraktikan coaching ke rekan guru dan murid.

Penulis: Edwinda Martha Firdausi (CGP Angkatan 11)            

koneksi antar materi modul 3.3

  KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3.  Oleh : Edwinda Martha Firdausi CGP Angkatan 11 Kabupaten Tuban Koneksi antar materi mencakup serangkaian ...