Rabu, 20 November 2024

koneksi antar materi modul 3.3

 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3. 

Oleh : Edwinda Martha Firdausi

CGP Angkatan 11 Kabupaten Tuban


Koneksi antar materi mencakup serangkaian kegiatan sesi yang mengaitkan modul-modul sebelumnya. Diharapkan pengetahuan, konsep, keterampilan, dan berbagai nilai-nilai yang telah dipelajari dan dipahami dapat memperkaya tulisan reflektif ini. Apa itu kepemimpinan murid (student agency)? Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak secara aktif, dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menunjukkan agency dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara alamiah mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka dan bukan hanya untuk saat ini. Apa itu pengelolaan program yang berdampak positif pada murid? Program yang memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid yang mengajak para guru untuk berefleksi dan melihat kembali perspektif atau cara pandang kita tentang program yang berdampak positif pada murid. Program-program sekolah, baik program intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstra kurikuler dapat mendorong kepemimpinan murid (student agency).

Mendorong kepemimpinan murid dalam program sekolah tidak hanya murid belajar menjadi individu yang lebih bertanggung jawab, berdaya, dan kontributif tetapi juga memiliki pengalaman dan kebermaknaan diperoleh dari proses belajar selama mengikuti program-program sekolah. Hal ini akan memberikan bekal murid menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat berdampak positif dari proses belajar yang dilalui dan tentunya akan dapat terus dirasakan oleh murid di sepanjang hidupnya. Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini? Sesudah mempelajari materi pengelolaan program yang berdampak positif pada murid, penulis semakin tahu dan sadar bahwa tugas guru adalah membimbing dan menuntun murid agar mereka mampu memimpin proses belajarnya sendiri sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Semakin percaya diri untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada murid untuk menguatkan kepemimpinan murid (student agency) terutama mengaitkan penguatan Profil Pelajar Pancasila. Dimana murid mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya. Guru harus sadar dan terencana terus terbangun dan menguatkan kepemimpinan murid (student agency) dengan memberikan ruang dan melibatkan murid dalam memberikan suara (voice), pilihan (choice) dan kepemilikan (ownership) murid. Memberdayakan murid saat program sekolah direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi sehingga terwujudnya lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Guru menyadari murid sebagai mitra bagi guru dalam pembelajaran, mengupayakan terwujudnya lingkungan sekolah yang mendukung tumbuhnya murid-murid yang mampu menjadi pemimpin dalam proses pembelajarannya sendiri dan menerapkan konsep kepemimpinan murid dalam penguatan Profil Pelajar Pancasila. Apa intisari yang Anda dapatkan dari modul ini? Pentingnya kepemimpinan murid (student agency) dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, yaitu berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. Murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership). Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas guru menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan,

bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik, yaitu 1) Menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, 2) Keterampilan berinteraksi sosial secara positif, 3) Keterampilan dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademik, 4) Menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, 5) Membuka wawasan menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan, 6) Menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri, 7) Menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan. Apa keterkaitan yang dapat Anda lihat antara Modul ini dengan modul-modul sebelumnya? Pengelolaan program sekolah tentunya harus berdampak pada murid dengan terlebih dahulu melakukan langkah-langkah berupa merancang dan mengelola program sekolah secara cermat dan tepat. Keterkaitan modul ini dengan modul-modul sebelumnya saling mendukung dan melengkapi dalam proses pembelajaran berpihak pada murid. Modul 1.1 Filosofi Ki Hajar Dewantara. Guru mempunyai peran strategis untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak sehingga mereka dapat bahagia dan selamat sebagai individu masyarakat. Adapun dalam mengelola program sekolah yang berdampak pada murid hendaknya melibatkan murid dan memperhatikan pengembangan potensi atau kodrat murid. Dalam modul ini juga dibahas bahwa murid adalah pribadi yang unik dan utuh, sehingga guru sebaiknya dapat menuntun murid sesuai dengan kodratnya. Modul 1.2 Nilai dan peran guru penggerak. Nilai-nilai dari seorang guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai dan peran dari guru penggerak tidak terlepas dari cita-cita mulia untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dan merdeka belajar. Dalam menjalankan perannya, seorang guru tidak hanya cukup sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, namun juga memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid. Modul 1.3 Visi guru penggerak. Guru harus memiliki visi yang mengarah kepada perubahan, baik perubahan di kelas atau perubahan di sekolah. Untuk mencapai perubahan tersebut guru perlu mengenal pendekatan manajemen perubahan. Manajemen pendekatan perubahan disebut Inkuiri Apresiatif (IA). Dalam merencanakan dan mengelola program yang berdampak pada murid dilakukan dengan menggunakan

pendekatan inkuiri apresiatif model BAGJA, dengan terlebih dahulu memetakan aset atau sumber daya sekolah, dan mengembangkan aset atau potensi yang bisa dikembangkan untuk merencanakan program sekolah yang berdampak pada murid. Modul 1.4. Budaya Positif. Lingkungan yang mendukung perkembangan potensi, minat dan profil belajar murid terutama kekuatan kodrat pada anak-anak. Ibarat petani, guru hendaknya dapat mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang positif dan mengembangkan budaya positif agar anak-anak dapat tumbuh sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman dan mendukung program yang berdampak pada murid. Modul 2.1 Pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Guru dapat menggunakan pembelajaran berdiferensiasi untuk memberikan layanan pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran berdiferensiasi ini merupakan solusi atas beragamnya karakteristik dan kecerdasan murid. Sebelum merencanakan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru hendaknya melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar, minat dan profil belajar murid. Hal ini dilakukan untuk mengetahui aset atau kekuatan yang dimiliki oleh murid. Modul 2.2 Pembelajaran emosional dan sosial. Guru dilatih dan diasah untuk mampu mengembangkan kompetensi sosial pada diri murid. Teknik kesadaran diri (mindfulness) menjadi strategi pengembangan lima kompetensi sosial emosional yang didasarkan pada program yang berpihak pada murid dan mewujudkan merdeka belajar dan budaya positif di sekolah. Modul 2.3, Coaching untuk supervisi akademik. Coaching sebagai teknik atau strategi seorang pemimpin pembelajaran untuk menuntun anak dan menggali potensi yang dimiliki oleh anak. Coaching juga memberikan keleluasaan anak-anak berkembang dan menggali proses berpikir. Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai strategi untuk mengembangkan sumber daya murid, mengembangkan kepemimpinan murid, menggali potensi murid untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu keselamatan dan kebahagiaan anak setinggi-tingginya. Modul 3.1 Pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan seorang pemimpin. Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan secara bijak, yaitu keputusan yang berpihak pada murid. Dasar, prinsip, paradigma atau nilai dalam pengambilan keputusan harus konsisten, terutama berkaitan dengan dilema etika atau bujukan moral. Modul 3.2 Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Guru sebagai pemimpin pembelajaran maupun pengelola program sekolah harus dapat memetakan dan mengidentifikasi aset-aset yang ada di sekolah, baik aset fisik maupun non fisik. Pendekatan berbasis aset/kekuatan (asset based thinking) akan lebih dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh sekolah sebagai komunitas belajar,

dibandingkan dengan pendekatan berbasis masalah/kekurangan (deficit based thinking). Paradigma berpikir harus melihat sisi positif yang dimiliki oleh sekolah. Dengan berfokus pada aset yang dimiliki, maka pengelolaan program yang berdampak pada murid dapat terencana dengan baik. Modul 3.3 Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid. Pengembangan sekolah dengan memanfaatkan 7 aset atau modal yang dimiliki sekolah. Yaitu modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, modal agama dan budaya. Dengan mengetahui modal atau sumber daya yang ada di sekolah, maka sebagai pemimpin guru harus bisa memetakan 7 aset tersebut dan mengoptimalkan pengelolaannya untuk peningkatan pembelajaran di sekolah. Jelaskan perspektif program yang berdampak positif pada murid dan bagaimana program atau kegiatan sekolah harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar program dapat berdampak positif pada murid? Program yang berdampak positif pada murid adalah inisiasi dan dan pengelolaan sekolah yang melibatkan kepemimpinan murid (student agency) dengan memberikan ruang dan mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan. Akhirnya terwujudkan rasa bahagia dan sejahtera (well-being) dan budaya positif di sekolah. Kodrat anak yang memiliki ragam potensi dan bakat dapat tergali dan dituntun menuju kepada kebahagian yang setinggi-tingginya. Mengenali program atau kegiatan sekolah dengan perencanaan, pelaksanaan dan refleksi evaluasi dilakukan secara kolaboratif dan memberdayakan aset/kekuatan sumber daya yang dimiliki sekolah. Akhirnya dampak positif pada murid sebagaimana yang diharapkan terpenuhi secara menyeluruh. Perencanaan program dilaksanakan secara kolaboratif berdasarkan kebutuhan murid dengan mewujudkan lingkungan karakteristik yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid didukung sumber daya, aset, modal, potensi, kekuatan yang dimiliki sekolah melalui prakarsa perubahan dengan paradigma inkuiri apresiatif BAGJA, memberikan ruang murid pada suara, pilihan dan kepemilikan. Pelaksanaan program atau kegiatan ini memberdayakan murid untuk menjadi pemimpin dalam proses belajarnya sendiri. Murid mampu mempromosikan suara, pilihan, kepemilikan sendiri melalui proses yang memerdekakan sehingga murid mampu menjadi agen perubahan dan guru menjadi mitra belajar murid dengan menuntun dan memberikan umpan balik (feedback) atas capaian perkembangan belajar murid. Evaluasi terhadap program atau kegiatan ini maka guru dan murid berkolaboratif melakukan penilaian, refleksi evaluasi secara menyeluruh, sistematism, berkala dan berkelanjutan untuk mengukur seberapa efektif dampak positif yang diharapkan muncul. Kegiatan reflektif evaluasi untuk mengetahui apakah program atau kegiatan

sudah efektif memenuhi tujuan yang diharapkan dan apakah program atau kegiatan telah mampu menumbuhkembangkan kepemimpian murid (suara, pilihan, kepemilikan).

Jumat, 15 November 2024

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF PADA MURID

 

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF PADA MURID

Oleh : Edwinda Martha Firdausi
CGP Angkatan 11 Kabupaten Tuban


  1. Peristiwa (Fact)

Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid merupakan modul terakhir yang harus kami pelajari dalam Pendidikan Guru Penggerak ini. Seperti pada modul-modul sebelumnya, modul ini diawali dengan pendekatan MERDEKA, yaitu dimulai dari diri sendiri yang dimulai pada tanggal 08 November 2024. Pada tahap awal ini, kami diperkenalkan dengan dua pertanyaan penting mengenai definisi program yang berdampak pada murid dan hubungannya dengan student agency. kemudian dilanjutkan tahap eksplorasi konsep. Selama eksplorasi konsep, saya mempelajari cara merancang program yang berdampak positif pada murid dengan mempertimbangkan tiga aspek utama: suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership). Kami juga membahas lingkungan yang mendukung perkembangan kepemimpinan murid dan pentingnya keterlibatan komunitas. Dalam forum diskusi, beberapa CGP mempresentasikan program-program yang telah mereka lakukan di sekolah, diikuti dengan umpan balik dari peserta lain. Elaborasi pemahaman tanggal 15 November 2024.

  1. Perasaan (Feeling)

Saya merasa bahagia karena kami telah mencapai modul terakhir dari PGP Angkatan 11, dan meskipun banyak tugas yang harus diselesaikan, saya berhasil menyelesaikannya tepat waktu, walaupun beberapa tugas mengalami keterlambatan. Saya merasa bersyukur karena masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk belajar hingga modul 3.3 ini, serta menerapkan ilmu yang diperoleh di sekolah. Di sisi lain, saya merasa sedih karena minggu ini adalah minggu terakhir kami berkolaborasi dengan fasilitator. Walaupun kami belum pernah bertemu secara langsung, banyak ilmu dan bantuan berharga yang saya terima dari bapak Farid selama PGP ini. Ada banyak kekurangan yang saya sadari dalam mengikuti program ini, tugas yang terlupakan, dan jadwal video conference yang terlewat. Saya sangat berterima kasih kepada bapak Farid dan Ibu Sutingah selaku fasilitator dan PP atas bantuan dan pengingat yang beliau berikan. Saya ingin menyampaikan terima kasih ini secara langsung kepada beliau di kesempatan mendatang.

  1. Pembelajaran (Findings)

Modul 3.3 telah memperdalam pemahaman saya tentang bagaimana merancang dan menyusun kegiatan yang dapat memberikan dampak positif bagi murid. Dampak tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kepemimpinan murid atau student agency. Untuk mencapai hal ini, penting untuk mempertimbangkan suara (voice) dan pilihan (choice) murid, sehingga mereka merasa memiliki (ownership) terhadap program tersebut. Langkah pertama dalam merancang program yang berdampak adalah dengan memetakan potensi dan aset yang dimiliki sekolah. Dengan melakukan mapping asset, kita dapat lebih mudah mengoptimalkan program dan mengatasi hambatan yang mungkin muncul. Program yang dirancang dengan baik juga dapat mendukung pencapaian visi dan misi sekolah.

  1. Penerapan (Future)

Ke depan, saya berencana untuk Program yang akan saya rancang program yaitu integrasi antara kompetensi Sosial emosiaonal dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.Dalam melakasanakan program tersebut saya akan kolaborasi dengan rekan-rekan dan murid di sekolah untuk merancang program atau kegiatan yang bertujuan menumbuhkan kepemimpinan murid. Saya akan memastikan bahwa suara (voice) dan pilihan (choice) mereka diperhatikan dalam proses perancangan, sehingga mereka merasa memiliki (ownership) terhadap hasil akhir. Dengan pendekatan ini, saya berharap program yang kami buat dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi murid.

Jumat, 01 November 2024

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2

 

Jurnal Refleksi Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya


Oleh : Edwinda Martha Firdausi
CGP Angkatan 11 Kab. Tuban

Jurnal Dwi Mingguan yang saya buat ini adalah tulisan dari lanjutan  proses belajar yang saya lalui pada Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 11 Kabupaten Tuban. Penulisan jurnal ini menggunakan model Refleksi 4F yaitu : Fact (peristiwa), Feeling (perasaan), Findings (pembelajaran), Future (penerapan). hasil Refleksi Dwi Mingguan saya selama pengikuti Pendidikan Guru Penggerak Modul 3.2.

 1.      Fact (Peristiwa)

Pada tanggal 24 Oktober 2024 Modul 3.2 dimulai “Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya”. Saya belajar secara syncronus dan asyncronus melalui LMS yang tersedia. Seperti pada modul-modul sebelumnya kami secara teratur melalui tahap demi tahap alur Merdeka yaitu : Mulai dari diri – Eksplorasi Konsep – Ruang Kolaborasi – Demonstrasi Kontekstual – Koneksi Antar Materi – Aksi Nyata. Dimulai dari alur Mulai dari diri: Kegiatan dimulai dengan mengingat kembali Faktor-faktor yang mempengaruhi ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Eksplorasi Konsep: Alur ini menyediakan berbagai konten teks dan video terkait identifikasi sumber daya di sekolah untuk mendukung jalannya sebuah program. Ruang kolaborasi, merupakan kegiatan yang dipandu oleh fasilitator kelompok kami membahas dalam ruang break room mengenai idektifikasi 7 aset yang ada disekolah. Kemudian hasil diskusi dibahas pada ruang kolaborasi sesi presentasi di hari selanjutnya. Demonstrasi Kontekstual. Pada alur ini kami diminta untuk membuat laporan identifikasi aset sekolah. Dalam kegiatan elaborasi pemahaman. disini kami banyak belajar dari Narasumber bagaimana aset dapat dilihat sebagai support utama pengembangan sekolah. 

2.      Feeling (Perasaan)

Perasaan yang muncul setelah menyelesaikan modul 3.2 adalah perasaan penuh syukur. saya merasa senang karena saya kembali memperoleh pengetahuan baru terkait materi yang disajikan oleh modul ini. Saya mengetahui bahwa aset sekolah bukan saja fisik tapi non fisik. Saya tertarik untuk memetakan seluruh aset/sumber daya yang ada di sekitar lingkungan sekolah  yang nantinya dapat dimanfaatkan.

 3.      Findings (Pembelajaran)

Banyak hal positif yang saya peroleh sebagai hasil belajar saya. Modul ini mengajak saya untuk menggunakan kekuatan/aset sebagai tumpuan berpikir dengan memusatkan perhatian pada apa yang berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Jadi kita diwajibkan untuk mengubah paradigma/pola pikir kita yang cenderung menggunakan pendekatan berbasis kekurangan/masalah. saya telah mempelajari bagaimana cara mengidenkasi aset sekolah untuk pengembangan program sekolah. Mendata aset sekolah dengan pendekatan aset/kekuatan sehingga dapat memberikan semangat bagi seluruh warga sekolah untuk lebih termotivasi menjalankan setiap kegiatan.

 4.      Future (Penerapan)

Dengan pemahaman dan pengetahuan yang saya peroleh di modul 3.2 Tindak lanjut dari pemahaman saya terhadap modul 3.2 ini yaitu: Mengaplikasikan apa yang telah saya pelajari pada modul 3.2 yaitu Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya, sehingga merubah pola pikir yang semula berpikir selalu berbasis masalah menjadi berpikir berbasis aset.

 

 

Salam Guru Penggerak !!!

Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan



Senin, 21 Oktober 2024

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI - NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI SEORANG PEMIMPIN

Perkenalkan saya EDWINDA MARTHA FIRDAUSI,S.Pd, Calon Guru Penggerak angkatan 11 Tahun 2024 Kabupaten Tuban.
Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi informasi tentang pengambilan keputusan berbasis nilai - nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin. Namun sebelumnya saya kutipkan kalimat bijak berikut ini untuk menjadikan renungan bagi kita semua

“Mengajarkan anak untuk menghitung itu dengan baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” Bob Talbert

Pendidikan adalah upaya sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan untuk perannya di masa depan. Pada hakikatnya pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki seseorang dan mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang diinginkan, sehingga menjadikan mereka manusia yang berwawasan luas. Pemberdayaan peserta didik difokuskan pada pembentukan karakter pribadinya agar dapat menjadi pribadi yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Sebagai institusi moral, sekolah berfungsi sebagai miniatur representasi dunia, berkontribusi terhadap pembentukan budaya, nilai, dan moralitas dalam diri setiap siswa. Perilaku warga sekolah dalam menjunjung tinggi penerapan nilai-nilai yang diyakini penting oleh sekolah menjadi contoh bagi siswa.
Seorang pendidik harus mampu memberikan contoh kepada anak didiknya. Hal ini tercermin dalam perilaku mereka sehari-hari, sehingga memungkinkan seorang pendidik menjadi teladan bagi peserta didik dan seluruh warga sekolah, bahkan di lingkungan tempat tinggalnya.
Dalam menjalankan peran kita sebagai pendidik, kita harus mampu memberikan kontribusi kepada peserta didik, dimana setiap proses pengambilan keputusan harus berpihak pada peserta didik dan berlandaskan pada nilai-nilai luhur. Kami menyadari bahwa setiap keputusan yang diambil mencerminkan integritas sekolah, nilai-nilai yang dijunjung tinggi, dan keputusan yang diambil akan menjadi acuan atau contoh bagi seluruh warga sekolah dan sekitarnya. Oleh karena itu, para pendidik senantiasa berupaya untuk menanamkan karakter dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan mempertimbangkan kebutuhan setiap peserta didik. Hal ini selaras dengan pepatah bijak berikut ini: “Dalam menjalankan tugas kita sebagai pendidik, kita harus berpedoman pada prinsip integritas, menjunjung tinggi kebajikan universal, dan memastikan bahwa keputusan kita bermanfaat bagi siswa dan masyarakat luas.”

Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.

~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

memahami kalimat tersebut maka kutipan "pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis" dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengandung makna bahwa pendidikan bukan hanya tentang memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang membentuk karakter dan perilaku etis pada manusia. Dalam konteks pembelajaran, hal ini berarti bahwa sebagai pemimpin pembelajaran, tugas kita tidak hanya mengajarkan materi, tetapi juga membantu murid untuk mengembangkan karakter dan perilaku etis yang baik. Dalam modul ini, kita belajar tentang pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, kita harus mengambil keputusan yang berpihak pada murid, bersumber pada nilai kebajikan universal, bertanggung jawab, dan dapat menjembatani peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan profil belajar masing-masing. Dengan demikian, sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita harus memperhatikan aspek etika dan perilaku etis dalam pengambilan keputusan dan pembelajaran agar dapat membentuk karakter dan perilaku etis pada murid.

  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ?

Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka saling berhubungan dan memberikan wawasan berharga bagi penerapan pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin. Filosofi Ki Hajar Dewantara yang terangkum dalam “Tut Wuri Handayani” menekankan peran pemimpin sebagai pembimbing dan pembimbing. Ketika para pemimpin menerapkan filosofi ini, mereka tidak hanya memprioritaskan kepentingan mereka sendiri tetapi juga pertumbuhan dan perkembangan anggota tim mereka. Di sisi lain, filosofi Pratap Triloka menggali tiga alam keberadaan, mendorong para pemimpin untuk mempertimbangkan aspek fisik, psikologis, dan metafisik dalam keputusan mereka. Dengan mengintegrasikan filosofi ini ke dalam proses pengambilan keputusan, para pemimpin memperoleh perspektif yang lebih holistik. Mereka membuat keputusan yang seimbang dengan mempertimbangkan kesejahteraan tim, visi jangka panjang, dan pertimbangan etis, yang pada akhirnya mendorong dampak positif pada individu dan komunitas sambil menjaga keselarasan dan keseimbangan dalam pendekatan kepemimpinan mereka.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, mempengaruhi prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita sangat mempengaruhi prinsip-prinsip yang kita junjung saat mengambil keputusan. Keyakinan, moral, dan standar etika yang kita pegang teguh berfungsi sebagai kompas yang memandu pilihan kita. Saat dihadapkan pada keputusan, nilai-nilai internal ini membentuk prioritas, preferensi, dan kriteria yang kita gunakan untuk mengevaluasi pilihan. Misalnya, jika kejujuran adalah nilai inti, kita cenderung memprioritaskan transparansi dan kebenaran dalam keputusan kita. Demikian pula, jika empati adalah nilai utama, kita mungkin akan memilih pilihan yang mempertimbangkan kesejahteraan dan perasaan orang lain. Intinya, nilai-nilai kita bertindak sebagai filter yang melaluinya kita menilai implikasi etika, sosial, dan pribadi dari keputusan kita. Prinsip-prinsip tersebut berfungsi sebagai landasan di mana kita membangun prinsip-prinsip kita, memastikan bahwa pilihan-pilihan kita sejalan dengan keyakinan inti yang mendefinisikan siapa kita sebagai individu.

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ' coaching ' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil ? Apakah pengambilan keputusan tersebut sudah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut ? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ' coaching ' yang telah dibahas pada sebelumnya.

Pokok bahasan pengambilan keputusan sangat erat kaitannya dengan pembinaan atau bimbingan yang diberikan oleh mentor atau fasilitator dalam perjalanan pembelajaran kita, khususnya pada saat mengevaluasi keputusan yang telah kita ambil. Proses pembinaan memainkan peran penting dalam membantu kita menilai efektivitas pengambilan keputusan. Pelatih dapat memberikan wawasan berharga, mengajukan pertanyaan menyelidik, dan memberikan umpan balik konstruktif, yang mendorong kita untuk mengevaluasi secara kritis keputusan yang telah kita ambil. Hal ini membantu kita merenungkan apakah keputusan kita selaras dengan tujuan, nilai, dan aspirasi jangka panjang kita. Selain itu, sesi pelatihan berfungsi sebagai platform untuk mengatasi keraguan atau pertanyaan yang mungkin kita miliki mengenai keputusan kita. Dengan terlibat dalam proses reflektif ini, kita dapat menyempurnakan keterampilan pengambilan keputusan dan membuat pilihan yang lebih tepat di masa depan. Oleh karena itu, pembinaan bertindak sebagai alat yang mendukung dan mendidik yang melengkapi perjalanan pengembangan diri kita dan memastikan bahwa keputusan kita dipertimbangkan dengan baik dan selaras dengan pertumbuhan pribadi dan profesional kita.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan seorang guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial-emosionalnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara signifikan, terutama ketika menghadapi dilema etika. Pendidik yang memiliki kecerdasan sosial dan emosional yang kuat lebih siap untuk menghadapi permasalahan moral yang kompleks dalam konteks pendidikan. Keterampilan ini memungkinkan mereka untuk berempati dengan sudut pandang dan emosi siswa, sehingga menciptakan lingkungan kelas yang suportif dan inklusif. Ketika dilema etika muncul, guru dengan kesadaran sosial-emosional yang tinggi cenderung mempertimbangkan dampak emosional dari keputusan mereka terhadap siswa, sehingga dapat menghasilkan resolusi yang lebih bijaksana dan penuh kasih sayang. Selain itu, guru seperti ini lebih baik dalam membangun hubungan positif dengan siswanya, yang dapat membuka saluran komunikasi untuk berdiskusi dan mengatasi permasalahan etika yang muncul. Intinya, kompetensi sosial dan emosional seorang guru memainkan peran penting dalam mendorong pengambilan keputusan etis dalam pendidikan, membina lingkungan belajar yang lebih harmonis dan membina bagi semua.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang berpusat pada permasalahan moral atau etika dalam pendidikan selalu bermuara kembali pada nilai-nilai inti yang dianut oleh seorang pendidik. Dalam pertimbangan seperti itu, pendidik didorong untuk melakukan introspeksi, merefleksikan nilai-nilai pribadi mereka dan prinsip-prinsip yang memandu tindakan mereka di kelas. Nilai-nilai yang dipegang teguh ini berfungsi sebagai pedoman moral ketika menghadapi situasi yang rumit secara etika. Keputusan etis seorang guru sering kali dibentuk oleh dedikasinya dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, adil, dan kondusif bagi pertumbuhan. Selain itu, sikap etis pendidik dipengaruhi oleh kode etik masyarakat dan profesional yang lebih luas, yang menggarisbawahi pentingnya keadilan, kejujuran, dan rasa hormat dalam lingkungan pendidikan. Diskusi ini berfungsi untuk meningkatkan kesadaran diri dan memperdalam pemahaman tentang tanggung jawab etis dan kewajiban intrinsik profesi guru. Pada akhirnya, pengujian dilema moral atau etika dalam pendidikan membantu para pendidik menegaskan kembali komitmen mereka terhadap nilai-nilai ini, memastikan bahwa praktik pengajaran mereka tetap selaras dengan prinsip-prinsip yang mereka junjung tinggi.

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Ketika individu, baik dalam peran kepemimpinan atau sebagai bagian dari kelompok, secara konsisten membuat pilihan yang dipertimbangkan dengan baik, efek riaknya adalah suasana yang harmonis dan membina. Keputusan-keputusan tersebut memprioritaskan kesejahteraan dan kebutuhan seluruh pemangku kepentingan, serta memupuk kepercayaan dan kerja sama. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya, ketika pendidik, administrator, dan pembuat kebijakan membuat keputusan yang bijaksana, hal ini akan menghasilkan ruang kelas dan sekolah di mana siswa merasa aman, dihormati, dan termotivasi untuk belajar. Dalam konteks yang lebih luas, prinsip ini meluas ke berbagai organisasi dan bahkan komunitas, di mana pengambilan keputusan yang tepat akan mendorong budaya inklusivitas, keadilan, dan pertumbuhan kolektif. Pada dasarnya, kemampuan untuk membuat keputusan yang terinformasi dan etis memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan dan pemeliharaan lingkungan yang tidak hanya positif tetapi juga mendukung dan memperkaya semua orang yang terlibat.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan di lingkungan saya ketika mengambil keputusan terkait dilema etika sering kali berkisar pada paradigma yang berkembang dalam konteks tersebut. Lanskap norma, nilai, dan harapan masyarakat yang selalu berubah menimbulkan kompleksitas dalam pengambilan keputusan etis. Seiring dengan pergeseran paradigma dan perspektif budaya yang berkembang, apa yang dulu dianggap masuk akal secara etis mungkin tidak lagi berlaku saat ini. Sifat etika yang dinamis ini memerlukan proses refleksi dan adaptasi yang konstan. Selain itu, kemajuan teknologi dan globalisasi telah membawa pertimbangan etis baru, khususnya di bidang seperti privasi data, kecerdasan buatan, dan kelestarian lingkungan. Mengikuti perubahan-perubahan ini dan memastikan bahwa keputusan-keputusan selaras dengan standar-standar etika kontemporer dapat menjadi sebuah tantangan yang signifikan. Selain itu, perspektif yang berbeda-beda di lingkungan saya juga dapat menimbulkan dilema etika, karena setiap individu mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda-beda mengenai apa yang benar secara moral. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan komitmen terhadap pendidikan etika yang berkelanjutan, dialog terbuka, dan kemauan untuk menyesuaikan kerangka pengambilan keputusan untuk mengatasi perubahan paradigma dan nuansa etika di zaman kita.

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Keputusan yang kita ambil dalam mengajar mempunyai pengaruh besar dalam memberdayakan siswa kita. Mereka berperan penting dalam membentuk lingkungan belajar yang tidak hanya menyebarkan pengetahuan tetapi juga menumbuhkan kemandirian dan pemberdayaan di kalangan siswa. Untuk menentukan pendekatan yang tepat bagi beragam potensi siswa, penting untuk menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa. Hal ini melibatkan pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan unik, gaya belajar, dan kebutuhan setiap siswa. Dengan menyesuaikan metode pengajaran kami untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan ini, kami dapat memberikan peluang bagi semua siswa untuk berkembang. Pengambilan keputusan yang efektif dalam pengajaran juga melibatkan peningkatan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan di kalangan siswa kami. Kami bertujuan untuk membimbing mereka dalam membuat pilihan yang tepat dan mengambil kepemilikan atas perjalanan belajar mereka sendiri. Pada akhirnya, keputusan yang kita ambil sebagai pendidik harus mendorong otonomi, rasa percaya diri, dan rasa memiliki hak pilihan di kalangan siswa, mempersiapkan mereka tidak hanya untuk mencapai kesuksesan akademis namun juga untuk masa depan di mana mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Kemampuan seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat berdampak besar pada kehidupan dan masa depan siswanya. Keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin pendidikan, baik yang berkaitan dengan desain kurikulum, metodologi pengajaran, atau lingkungan sekolah secara keseluruhan, mempunyai konsekuensi yang luas. Pilihan-pilihan ini dapat menentukan kualitas pendidikan yang diterima siswa, berdampak pada pertumbuhan akademis, pengembangan keterampilan, dan keingintahuan intelektual mereka. Selain itu, keputusan kepemimpinan yang efektif dapat menciptakan budaya sekolah yang suportif dan inklusif, menumbuhkan rasa memiliki dan kesejahteraan emosional di kalangan siswa. Selain akademisi, pemimpin pendidikan mempunyai kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai, etika, dan pola pikir berkembang pada siswanya, sehingga memengaruhi pengembangan karakter dan pedoman moral mereka. Selain itu, keputusan terkait alokasi sumber daya, pengembangan staf, dan keterlibatan masyarakat dapat meningkatkan pengalaman pendidikan secara keseluruhan, memastikan bahwa siswa siap menghadapi tantangan dan peluang yang ada di depan dalam hidup mereka. Intinya, keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran dapat meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada lintasan dan potensi setiap siswa, sehingga membentuk masa depan pribadi dan profesional mereka

  • Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan akhir yang diambil dari pembelajaran modul ini dan hubungannya dengan modul-modul sebelumnya menggarisbawahi pentingnya pendekatan pendidikan yang holistik dan adaptif. Melalui berbagai diskusi dan topik yang dibahas dalam modul ini, menjadi jelas bahwa pengajaran dan kepemimpinan yang efektif lebih dari sekadar transmisi pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman tentang interaksi yang kompleks antara etika, pengambilan keputusan, dan beragam kebutuhan siswa. Modul ini menekankan pentingnya kesadaran sosial dan emosional pendidik, pertimbangan etis, dan kemampuan untuk membuat keputusan yang bermanfaat bagi siswa dan lingkungan belajar. Selain itu, hal ini menyoroti keterkaitan modul-modul pendidikan, yang menunjukkan bahwa setiap aspek pengajaran dan kepemimpinan saling melengkapi. Dengan menggabungkan wawasan dari modul sebelumnya mengenai pedagogi, keterlibatan siswa, dan kepemimpinan, pendidik dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang inklusif dan memberdayakan yang memaksimalkan potensi setiap siswa. Intinya, sintesis modul-modul ini menggarisbawahi sifat pendidikan efektif yang memiliki banyak aspek dan perlunya pendidik untuk terus beradaptasi dan mengintegrasikan pengetahuan mereka untuk memberikan pelayanan terbaik kepada siswanya.

  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Pemahaman saya tentang konsep-konsep yang tercakup dalam modul ini, termasuk dilema etika dan godaan moral, empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan keputusan, dan sembilan langkah pengambilan keputusan dan pengujian, telah semakin mendalam. Modul ini telah menjelaskan seluk-beluk pengambilan keputusan etis, menyoroti kompleksitas moral yang mungkin dihadapi pendidik dalam peran mereka. Keempat paradigma pengambilan keputusan telah memberikan perspektif berharga tentang bagaimana pendekatan yang berbeda dapat diterapkan untuk mengatasi dilema etika. Ketiga prinsip pengambilan keputusan tersebut telah memperkuat pentingnya etika, legalitas, dan profesionalisme dalam memandu pengambilan keputusan. Selain itu, sembilan langkah pengambilan keputusan dan pengujian telah menawarkan kerangka sistematis untuk membuat pilihan yang tepat. Salah satu wawasan yang tidak terduga adalah realisasi betapa konsep-konsep ini saling terkait dengan tanggung jawab pendidik sehari-hari. Dilema etika dan proses pengambilan keputusan yang dibahas dalam modul ini tidak bersifat abstrak namun dapat diterapkan secara langsung pada tantangan yang dihadapi pendidik di lingkungan kelas dan sekolah. Modul ini telah menggarisbawahi peran penting pengambilan keputusan etis dalam pendidikan dan dampak signifikannya terhadap siswa, kolega, dan lingkungan belajar secara keseluruhan. Secara keseluruhan, kedalaman dan kepraktisan konsep-konsep ini telah melebihi harapan saya dan menekankan relevansinya dalam bidang pendidikan.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini, saya memang pernah menghadapi situasi sebagai seorang pemimpin di mana dilema moral menuntut pengambilan keputusan. Apa yang saya pelajari dari modul ini telah memberikan kerangka terstruktur dan komprehensif untuk menghadapi situasi seperti itu. Sebelumnya, keputusan saya sering kali dipengaruhi oleh etika pribadi dan naluri, namun modul ini telah memperkenalkan saya pada berbagai paradigma, prinsip, dan langkah yang dapat diterapkan untuk membuat keputusan yang lebih tepat dan menyeluruh. Hal ini telah memperluas pemahaman saya tentang dilema etika dan pentingnya mempertimbangkan berbagai perspektif, aspek hukum, dan standar profesional ketika mengambil keputusan. Selain itu, modul ini telah meningkatkan kesadaran saya akan potensi bias dan kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga mendorong pendekatan yang lebih kritis dan reflektif. Secara keseluruhan, modul ini telah membekali saya dengan perangkat pengambilan keputusan yang lebih sistematis dan etis yang dapat saya terapkan dalam skenario kepemimpinan dunia nyata untuk menavigasi dilema moral dengan lebih efektif.

  • Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Mempelajari konsep ini berdampak besar pada pendekatan saya dalam pengambilan keputusan, baik secara pribadi maupun profesional. Sebelum terlibat dengan modul ini, proses pengambilan keputusan saya sering kali sangat bergantung pada intuisi dan nilai-nilai pribadi. Namun, setelah menyelesaikan modul ini, saya telah mengadopsi pendekatan pengambilan keputusan yang lebih terstruktur dan teliti. Saya sekarang mempunyai apresiasi yang lebih dalam terhadap kompleksitas dilema etika dan kebutuhan untuk mempertimbangkan berbagai faktor yang lebih luas, termasuk paradigma etika, implikasi hukum, dan prinsip-prinsip profesional. Saya lebih cenderung terlibat dalam refleksi kritis dan mencari perspektif yang beragam sebelum mengambil keputusan. Selain itu, saya menjadi lebih sadar akan potensi bias dan jebakan kognitif yang dapat mengaburkan penilaian, dan saya sengaja melakukan upaya untuk memitigasi pengaruh ini dalam proses pengambilan keputusan. Secara keseluruhan, modul ini tidak hanya memperkaya pemahaman saya tentang dilema etika namun juga membekali saya dengan kerangka kerja yang lebih kuat dan masuk akal secara etis dalam mengambil keputusan yang selaras dengan nilai-nilai dan tanggung jawab saya sebagai seorang pemimpin.

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Mempelajari topik-topik yang dibahas dalam modul ini sangatlah penting bagi saya baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin. Sebagai seorang individu, hal ini telah meningkatkan kesadaran etis saya dan memperkaya keterampilan pengambilan keputusan saya dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang saya menghadapi dilema pribadi dengan perspektif yang lebih terstruktur dan penuh pertimbangan, memastikan bahwa tindakan saya sejalan dengan nilai-nilai saya. Sebagai seorang pemimpin, pengetahuan ini sangat berharga. Dilema etis dan pengambilan keputusan merupakan hal yang hakiki dalam peran kepemimpinan, dan memahami konsep-konsep ini secara mendalam berdampak langsung pada efektivitas saya. Hal ini memungkinkan saya untuk menavigasi situasi kompleks dengan keyakinan dan integritas yang lebih besar. Selain itu, hal ini memberdayakan saya untuk menciptakan lingkungan yang etis dan inklusif bagi mereka yang saya pimpin, menumbuhkan kepercayaan dan mendorong perilaku etis dalam tim atau organisasi saya. Intinya, modul ini tidak hanya meningkatkan kompas etika pribadi saya namun juga memperkuat kemampuan kepemimpinan saya, memungkinkan saya membuat keputusan yang lebih tepat dan bermoral baik dalam bidang profesional maupun pribadi.

Demikian koneksi antar materi yang saya tuliskan, saya menyadari masih sangat perlu untuk belajar lebih banyak, untuk itu mohon masukannya agar menjadikan motivasi bagi saya untuk selalu tergerak belajar dan melakukan aktivitas yang bermanfaat untuk orang lain. Guru tergerak, bergerak dan menggerakan.

Rabu, 16 Oktober 2024

 

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

Penulis : Edwinda Martha Firdausi,S.Pd (CGP Angkatan 11 Kabupaten Tuban)


Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.

  1. Fact (Peristiwa)

Saya memiliki pengalaman yang sangat positif dalam mengikuti pembelajaran di modul 3.1 ini. Saya mengikuti tahapan pembelajaran yang diatur dengan urutan MERDEKA seperti pada modul-modul sebelumnya. Kata MERDEKA sendiri adalah singkatan dari langkah-langkah belajar yang harus dilalui, yaitu Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata.

Pada tahap “Mulai dari diri”, saya melakukan kegiatan untuk membangkitkan pengetahuan awal saya dan mengamati keterampilan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan yang harus mempertimbangkan berbagai pihak yang terlibat, seperti murid, orang tua/wali murid, guru, pengawas, dan pihak komunitas sekolah.

Tahap eksplorasi konsep adalah saat saya melakukan eksplorasi mandiri untuk memahami konsep pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin di sekolah, yang bertujuan untuk menjadikan institusi sekolah sebagai institusi moral. Saya juga menjelaskan pentingnya pemimpin dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada tiga unsur, yaitu berpihak pada murid, bertanggung jawab, serta didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal. Selain itu, saya juga menganalisis nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam sebuah pengambilan keputusan yang menghadapi dilema etika.

Pada tahap ruang kolaborasi, saya berpartisipasi dalam kolaborasi di ruang virtual dengan rekan-rekan CGP lainnya, dengan tujuan untuk saling berbagi, berkolaborasi, dan menerapkan keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Setelah melakukan tahap demonstrasi kontekstual, saya melakukan analisis tentang bagaimana proses pengambilan keputusan diterapkan berdasarkan pengetahuan yang saya pelajari tentang paradigma, prinsip, pengambilan dan pengujian keputusan di sekolah asal saya dan di sekolah/lingkungan lain. 

  1. Perasaan (Feeling)

Saya merasa bersyukur selama proses belajar karena saya mempelajari ilmu pengetahuan baru yang sangat penting bagi seorang pemimpin pembelajaran. Sebagai seorang guru penggerak, saya harus memimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, melatih guru lain, mempromosikan kolaborasi antara guru, dan memajukan kepemimpinan siswa. Untuk melakukan tugas tersebut dengan baik, saya harus memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang didasarkan pada nilai-nilai kebajikan. Seperti yang saya pelajari, seorang guru penggerak harus memiliki nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan mendukung murid. Ketika mengambil keputusan, seorang pemimpin harus mempertimbangkan tiga unsur penting, yaitu mendukung murid, bertanggung jawab, dan didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal. Selama mempelajari konsep materi dari awal hingga modul ini, saya menemukan banyak keterkaitan yang membantu saya memahami konsep tersebut dengan lebih baik dan membentuk pemahaman baru bagi saya.

  1. Pembelajaran (Findings)

Saya belajar dari modul 3.1 bahwa sebagai seorang pemimpin, pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan adalah suatu keterampilan yang sangat penting. Dalam pengambilan keputusan, terkadang terdapat banyak kepentingan yang saling bersinggungan dan dapat menyebabkan beberapa pihak merasa dirugikan atau tidak puas dengan keputusan yang diambil. Namun, semakin sering kita melakukan pengambilan keputusan, semakin terlatih dan fokus dalam mengambil keputusan yang tepat. Meskipun sulit untuk memilih antara beberapa pilihan yang benar, sebagai pemimpin, kita harus mempertimbangkan tiga unsur penting dalam pengambilan keputusan, yaitu mendukung murid, didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan yang diambil.

Ketika kita berada dalam situasi dilema etika, terdapat nilai-nilai kebajikan mendasar yang saling bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab, dan penghargaan akan hidup. Dalam paradigma situasi dilema etika, terdapat kategori seperti individu vs kelompok, keadilan vs kasih sayang, kebenaran vs kesetiaan, serta jangka pendek vs jangka panjang. Terdapat tiga prinsip pengambilan keputusan yang dapat digunakan dalam menghadapi dilema etika, yaitu berpikir berdasarkan hasil akhir, berpikir berdasarkan peraturan, dan berpikir berdasarkan rasa peduli.

Dalam menghadapi situasi dilema etika atau bujukan moral yang membingungkan, terdapat 9 langkah yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil. Pertama, mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi tersebut. Kedua, menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut. Ketiga, mengumpulkan fakta-fakta relevan yang berkaitan dengan situasi tersebut. Keempat, melakukan pengujian benar atau salah dengan menguji legalitas, regulasi/standar profesional, intuisi, publikasi, dan panutan/idola. Kelima, melakukan pengujian paradigma benar lawan benar. Keenam, melakukan prinsip resolusi. Ketujuh, melakukan investigasi opsi trilemma. Kedelapan, membuat keputusan. Dan terakhir, kesembilan, melihat kembali keputusan dan merenungkannya kembali. Perlu diperhatikan bahwa sembilan langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan sebuah metode yang kaku dan harus diadaptasi dengan situasi yang sedang dihadapi.

  1. Penerapan (Future)

Saya akan mengaplikasikan konsep pengambilan keputusan yang telah dipelajari, termasuk empat paradigma, tiga prinsip, dan sembilan langkah, untuk meningkatkan keterampilan saya dalam membuat keputusan. Selain itu, saya akan berbagi pengetahuan tentang materi baru yang telah dipelajari melalui berbagai media, baik secara langsung maupun melalui platform digital agar dapat diakses dengan mudah oleh rekan-rekan guru lainnya.

ini adalah hasil refleksi dari pengalaman dan pemahaman saya selama dua minggu belajar di modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin. Saya berharap tulisan ini dapat memberikan pencerahan dan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi saya sendiri.



Minggu, 06 Oktober 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.3

 


Melalui tahapan mulai dari diri hingga demonstrasi kontekstual di modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik. Saya mendapatkan pemahaman dan pengalaman melalui belajar mandiri, diskusi dan praktik terkait paradigma berpikir coaching yaitu berfokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.  Kemudian juga memahami prinsip berpikir coaching, yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. Selain hal tersebut terdapat kompetensi inti coaching yang harus dimiliki atau dikuasai oleh CGP yaitu, kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Kemudian yang tidak kalah penting ada mendengarkan dengan RASA, yaitu Receive: menerima dan mendengarkan kata kunci, Appreciate: memberi apresiasi/sinyal mendengarkan, Summarize: rangkum kata kunci, dan Ask: mengajukan pertanyaan.

Percakapan berbasis coaching menggunakan alur TIRTA yaitu, Tujuan, Identifikasi, Rencana, dan Tanggung jawab. Kemudian dalam pelaksanaan supervisi akademik terdapat 3 tahapan, yaitu pra observasi, observasi, dan pasca observasi. Harapan dari pelaksanaan coaching untuk supervisi akademik ini akan meningkatkan kualitas pembelajaran, pengembangan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh guru/coachee dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berpusat pada murid. 

Setelah mempelajari madul 2.3, saya mengingat kembali kegiatan supervisi/observasi bersama kepala sekolah. Akhirnya saya mengerti bahwa langkah-langkah yang kepala sekolah lakukan mulai dari kegiatan pra observasi sampai pasca observasi menggunakan paradigma dan prinsip coaching. Berdasarkan pengalaman tersebut saya menjadi paham dan merasa optimis dalam menerapkan coaching saat melaksanakan supervisi akademik dengan rekan sejawat maupun pendampingan dengan murid.


Praktik Coaching 

Hal yang sudah berjalan dengan baik selama proses belajar adalah sesama rekan CGP saling memberi semangat dan giat berlatih praktik coaching, baik dalam ruang kolaborasi maupun diskusi di luar jadwal untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam penerapan TIRTA, Prinsip Coaching, dan mendengarkan dengan RASA. Kemudian dalam tugas demonstrasi kontekstual secara bergantian melaksanakan praktik coaching secara triad atau berganti peran sebagai supervisor, coach maupun coachee yang membuat kami merasakan pengalaman di berbagai posisi tersebut. Kemudian masukan dan saran perbaikan dari fasilitator dan pengajar praktik yang membangun, membuat saya semakin percaya diri dalam melakukan praktik coaching.

Hal yang perlu saya perbaiki terkait dengan keterlibatan dalam proses belajar, yaitu saat saya berperan sebagai coach, terkadang secara tidak sadar dapat memberi asumsi pribadi, mengaitkan dengan pengalaman pribadi, atau mengarahkan coachee dalam menemukan solusinya padahal tindakan tersebut harus dihindari atau tidak dilakukan. Kemudian saya harus mampu membuat pertanyaan terbuka yang berbobot agar mampu mengarahkan coachee untuk menggali solusi dan mencapai tujuan coaching melalui proses mendengarkan dengan RASA. Kemudian juga terkait hadir sepenuhnya dan membangun kedekatan agar coachee mau terbuka dalam bercerita.

Adapun keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi setelah mempelajari modul 2.3, saya mampu meningkatkan kompetensi coaching dengan menggunakan alur TIRTA. Bagi saya pribadi yang merupakan seorang introvert, tentu berbicara atau berdiskusi dengan orang lain merupakan hal yang diluar kebiasaan saya sehari-hari. Namun disini saya terus dilatih untuk dapat berkolaborasi, berdiskusi, memberi pendapat, dan berefleksi sehingga hal tersebut membuat saya lebih semangat untuk terus mengembangkan potensi, kompetensi sosial dan emosional yang saya miliki. Proses ini akan saya ikuti dengan sebaik-baiknya agar tujuan dalam mengikuti program guru penggerak ini dapat tercapai.

Mengapa guru harus memiliki kemampuan coaching?

Sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara bahwa tugas seorang guru adalah menuntun murid sesuai dengan kodratnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Kata “Menuntun” disini sesuai dengan sistem among, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Senada dengan sistem among, dalam prinsip coaching guru memberikan tuntunan ke murid agar mereka tidak kehilangan arah dan menuntun mereka untuk menemukan potensi dirinya. Sebagai guru agar mampu mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, maka guru harus memiliki kompetensi coaching.

Proses coaching dengan alur TIRTA dapat dijadikan pedoman dan arahan oleh coach dalam memfasilitasi coachee untuk menyampaikan tujuan yang ingin didapatkan dari coaching serta mengidentifikasi permasalahan sampai menemukan rencana untuk solusi dari permasalahan tersebut. Melalui alur TIRTA coachee terlatih untuk berpikir terarah dan sistematis mulai dari apa yang ingin dicapai hingga apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Tantangan dalam penerapan praktik coaching sesuai dengan konteks asal sekolah saya yaitu, ketika rekan sejawat/murid masih enggan bercerita terkait kendala atau hal yang dialaminya dengan jujur dan apa adanya dikarenakan belum terjalin kedekatan sebagai mitra dalam proses coaching tersebut. Sehingga coachee menjadi kesulitan dalam menemukan atau menentukan tujuan yang ingin dicapai. Keterampilan komunikasi yang efektif sebagai coach masih perlu ditingkatkan agar coachee mudah memahami maksud pertanyaan dan mudah memberikan tanggapan sehingga diskusi lebih berjalan baik.

Adapun alternatif solusi terhadap tantangan tersebut, yaitu sebelum melakukan coachingcoach tentu harus membuat suasana diskusi atau obrolan berlangsung hangat dan cair. Kemudian menjelaskan bahwa dalam proses coachingcoach dan coachee kedudukannya setara, tidak bermaksud menggurui ataupun menjadi seorang mentor. Kemudian coachee harus diberikan pemahaman dan menyusun terlebih dahulu tujuan coaching dilaksanakan serta coachee benar-benar ingin menemukan langkah-langkah perbaikan dari permasalahan yang dihadapi. Guru secara mandiri meningkatkan kemampuan komunikasi efektif bagaimana memberikan umpan balik dan pertanyaan terbuka yang berbobot sehingga mampu memfasilitasi coachee untuk menggali solusi.

Kemudian kegiatan supervisi akademik di masa lalu bagi saya pribadi merupakan kegiatan yang menegangkan dan kurang berdampak bagi peningkatan kompetensi yang saya miliki, karena setelah proses supervisi tidak terjadi dialog dua arah atau kesannya seperti dihakimi atau disidang ketika mendengarkan umpan balik dari kepala sekolah. Berbeda dengan kegiatan supervisi akademik atau observasi pembelajaran saat ini, khususnya setelah diterapkannya penilaian kinerja melalui aplikasi PMM, kepala sekolah mulai menerapkan prinsip coaching untuk supervisi akademik. Meskipun masih belum menerapkan alur TIRTA dengan sepenuhnya saat proses pra observasi dan pasca observasi, dimana guru/coachee di tahap pra observasi digali lebih dalam terkait apa tujuan yang ingin dicapainya dalam belajar dan upaya/strategi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga coachee atau supervisee benar-benar dalam kondisi siap dalam melaksanakan supervisi akademik. Kemudian di tahap pasca observasi guru/coachee diminta merefleksikan atau memberi penilaian sendiri dari proses observasi dan kemudian diberikan penguatan-penguatan berdasarkan apa yang menjadi fokus pengamatan supervisor. Saya juga pernah diberikan amanah untuk membantu kepala sekolah untuk melakukan observasi pembelajaran kepada beberapa rekan sejawat, namun karena keterbatasan pemahaman saya terkait coaching, yang saya lakukan adalah cenderung memberi solusi dari catatan proses pembelajaran kurang efektif, yang ternyata hal tersebut tidak tepat dilakukan oleh seorang supervisor/coach.

Setelah mempelajari modul 2.3 coaching untuk supervisi akademik, saya akan terus belajar dan meningkatkan kompetensi coaching agar mampu melaksanakan supervisi akademik di sekolah sesuai dengan paradigma berpikir coaching dan mampu memberdayakan potensi yang ada pada diri guru/coachee.

Pada modul 2.1 saya belajar tentang pembelajaran berdiferensiasi yaitu pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Kebutuhan belajar murid paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu minat belajar, kesiapan belajar, dan profil belajar murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru mendesain pembelajaran berdasarkan kebutuhan belajar murid agar potensi murid mampu dikembangkan secara optimal. Hal ini sesuai atau erat kaitannya dengan praktik coaching. Sebagai seorang coach harus mampu mengoptimalkan potensi coachee untuk menemukan rencana solusi dari permasalahan menggunakan alur TIRTA dan kompetensi coaching yang sudah dimiliki oleh coach.

Kemudian di modul 2.2 saya belajar tentang pembelajaran sosial dan emosional, yaitu pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah agar memiliki kompetensi sosial emosional yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Dalam pembelajaran sosial dan emosional terdapat teknik STOP dan mindfulness yang dilakukan untuk membuat suasana lebih tenang dan kondusif. Sebagai seorang coach harus paham betul atau lebih peka terhadap kondisi dan situasi sebelum atau ketika proses coaching berlangsung agar berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan. Kemudian melalui kompetensi sosial emosional (KSE) yang baik, coach dapat terhindar dari memberi asumsi, memberi label/judge atau memotong pembicaraan coacheenya. Begitu juga bagi coachee yang memiliki KSE yang matang dapat mengambil keputusan yang berdampak dengan benar dan komitmen dalam menindaklanjutinya.

Adapun sumber belajar atau informasi lain di luar modul PGP untuk menguatkan praktik coaching maupun supervisi akademik, dapat dilakukan dengan berdiskusi dan sharing pengalaman dengan kepala sekolah saat pelaksanaan supervisi. Kemudian juga berdiskusi dengan rekan CGP, Fasilitator dan Pengajar Praktik serta menonton praktik baik dari rekan-rekan CGP angkatan sebelumnya terkait proses/pelaksanaan coaching untuk supervisi akademik. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut saya menjadi lebih siap dan percaya diri serta memaksimalkan kemampuan diri untuk mempraktikan coaching ke rekan guru dan murid.

Penulis: Edwinda Martha Firdausi (CGP Angkatan 11)            

koneksi antar materi modul 3.3

  KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3.  Oleh : Edwinda Martha Firdausi CGP Angkatan 11 Kabupaten Tuban Koneksi antar materi mencakup serangkaian ...